Just a Friend: 2

         “Leaa….”

Kudengar teriakan yang cempreng berasal dari lantai bawah, tanpa ku lihat bagaimana rupa wajahnya, sudah pasti aku tahu siapa dia, Dia adalah gadis yang tadi malam ditanyakan oleh Raka.

“Iya Raaaa…. Tunggu sebentar…”

Ini masih jam enam pagi dan rumahku tidak sejauh itu sampai harus berangkat sepagi ini, hanya butuh 15 menit dengan sepeda motor dan 30 menit berjalan kaki kami sudah sampai di sekolah. Tetapi ketika ku dengar suara ibu

“Ayo Leaaa… Rara sudah menunggumu sayang….”

“Iya mamaa…… Sebentar lagi Lea turun.”

Dan mau tak mau aku harus segera mempercepat kegiatanku pagi ini, mengencangkan dasi yang kupakai, mengambil sepatu hitam disamping lemari dan memakainya, terkahir aku sambar tas hijau yang berisikan amuniasiku selama di sekolah. Aku siap.

Tapi aku tidak siap bertemu dengan Raka, terlebih fakta ia akan bertemu dengan Rara. Dengan kaki yang menghentak layaknya anak kecil aku keluar dari kamarku dan menemui mama yang pastinya saat ini tengah bersama Rara.

“Anak mama kenapa wajahnya kusut gitu?”

“Anakmu harus menerima kenyataan bahwa cintanya tidak akan terbalaskan ma….”

Ingin rasanya aku menjawab begitu, tapi mana mungkin aku berani, bisa-bisa mama akan bertingkah histeris dan mencoba mencari tahu siapa laki-laki yang sudah berani menolak anak gadisnya ini, dan sebodoh-bodohnya aku, tentu aku tidak mau mama tahu laki-laki itu adalah Raka.

“Lea belum ngerjain tugas buat hari ini ma…”

Maafkan anakmu ini yang harus berbohong, sebenarnya tidak sepenuhnya bohong juga, faktanya aku baru mengerjakan lima dari sepuluh nomor yang diberikan oleh Pak Tara.

“Tapi aman kok ma… masih di jam pelajaran terakhir… lagian ada Raka juga yang akan bantuin Lea.”

Buru-buru aku tambahkan jawabanku, atau mama akan memulai sesi intograsinya yang kupastikan akan memakan waktu lebih dari lima menit. Aku menyengir diakhir kalimatku agar mama tidak lagi memberikan pertanyaan-pertanyaanya. Maafkan anakmu ini ma…..

“Ya udah… ini Rara udah nungguin, burun berangkat, jangan lupa bekalnya di atas meja diambil dulu dan semangat untuk hari ini….” Pesan mama

Itu adalah pertanda, aku harus segera meninggalkan rumah pagi ini, meraih tangan mama kemudian menciumnya dan mengucapkan kalimat perpisahan kepadanya.

“Aku berangkat ya maa… doakan anakmu ini”

Melambaikan tangan dan tersenyum lebar. Ya aku harus siap… mau tidak mau aku herus melewati hari ini.

***

            “Leaa….. Kenapa tidak mejawab pesanku tadi malam?”

            Tanpa bosa-basi dan dengan suara yang penuh protes Raka menghampirku dan menuntut jawaban atas tidakanku tadi malam.

            “Aku marah sama kamu Rak…”

Alih-alih menjawab demikian… aku mejawabnya dengan mengendikkan bahu dan mataku masih setia menatap layar ponsel yang jauh lebih menarik ketimbang Raka saat ini.

            Pasti dia sangat kesal dengan sikapku, tapi tidak tahukah dia aku jauh lebih kesal darinya, sampai-sampai ingin rasanya aku jambak rambutnya hingga botak.

            Okay fine…. Kalau tidak mau menjawab juga tidak apa-apa.. palingan nanti istirahat juga bakal minta tolong sama aku.”

            Aku hanya bisa nyengir kepadanya, karena dugaan dia benar sekali, dijam istirahat nanti aku berencana memintanya untuk mengajariku, oh lebih tepatnya melihat jawaban dari lima soal yang belum aku jawab.

            “Aku bisa apa….” Keluhnya setengah bercanda.

***

“Pagi anak-anak…..” Sapa Bu Nila ketika memasuki ruang kelas

Dibelakangnya ada Rara yang tengah memasuki ruang kelas, anak-anak menatapnya penasaran, termasuk Raka, laki-laki itu malah lebih heboh ketimbang yang lain.

“Le… itu gadis yang semalam aku katakan padamu Le,,,,” Ucap Raka sembari mengguncang-guncang bahuku.

“Tanpa kamu beritahupun aku tahu kalau itu gadis yang kamu ceritain semalam…” gerutuku dalam hati.

“Oh jadi dia….” Jawabku acuh

“Kamu tahu?” Tanyanya antusias.

Kuanggukkan kepalaku sebagai jawabannya. Tentunya aku tahu siapa gadis itu, dia Rara sepupuku……

“Silahkan kamu perkenalkan dirimu Rara” Ucap bu Nila mempersilahkan.

“Perkenalkan namaku Rara Atmajaya, senang berkenalan dengan kalian” Rara memperkenalkan dirinya lengkap dengan senyum manis menggantung di Wajahnya.

“Namanya secantik dan semanis orangnya” Gumam Raka yang dengan sangat jelas mampu tertangkap oleh telingaku. Semakin hancur sudah moodku hari ini…..

“Silahkan duduk dibangku kosong di belakag Lea dan Raka ya….” Perintah Bu Nila.

***

Tet…..tet…..tet…..

Bel istirahat berbunyi, tanda setengah pelajaran hari ini telah kami lalui, anak-anak menyabutnya dengan wajah penuh kelegaan dan senyum bahagia, sayangnya, ini tidak berlaku untuku, moodku masih sama hancurnya dengan tadi pagi, belum lagi fakta jika Rara saat ini duduk di belakangku dan Raka juga aku harus menemaninya sepanjang hari ini, bukan itu saja dan sudah dipastian bahwa Raka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

“Lea…. Lapar,,, ayo kekantin” Pinta Rara padaku dengan suara yang agak memelas.

Lihatkan, apa aku bilang…..

“Ok…”

Segera ku kemasi barang-barang yang berserakan diatas mejaku dan sebelum aku meninggalkan meja, dengan berat hati aku harus bertanya kepada Raka apakah dia mau ikut atau tidak.

“Mau ikut gak Rak?” Tanyaku sedikit cuek.

Pertanyaan itu sama seja dengan aku menggali kuburan untuk diriku sendiriku.

“Jangan lupa bawa bukumu….” Perintahku.

“Siap Tuan Putri…”

Dari suaranya pun aku tahu dia tengah bahagia saat ini, pastinya diotaknya yang pintar itu tengah menyusun startegi untuk mendekti Rara.

***

Di sinilah aku, duduk di kantin, tengah makan dan menyalin sisa jawaban yang belum terisi bersama dua anak manusia yang sedari tadi terus mengobrol dan sepertinya melupakan fakta adanya diriku bersama dengan mereka.

“Tuhan setidaknya, kalau Raka memang tidak bisa aku miliki, biarkan aku move on.”

Do’a ini sudah beribu-ribu kali aku panjatkan kepada Tuhan dan sampai sekarang sepertinya masih ditangguhkan, buktinya aku masih merasakan jarum-jarum halus yang menusuk hatiku ketika melihat dua sejoli itu. Terlebih lagi, mereka sepertinya hanya mengangagap dunia hanya miliki mereka berdua dan melupakan fakta bahwa aku ada di sini.

Mengehela nafas lelah, Dari pada aku harus melihat mereka berdua dan menambah jarum yang menusuk hatiku, lebih baik aku pergi, dan bagian yang menyebalkan adalah, mereka sama sekali tidak menyadari kepergianku.

Fine…. Selamat menikmati waktu kalian. I’ve done!” Sebalku dalam hati.


Setelah sekian lama akhirnya upload lagi :v ditunggu ya kritik dan sarannya :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Just a Friend: 4

Selepas Hujan Sore Itu: God Knows The best

Selepas Hujan Sore Itu: To Push My Limit