Selepas Hujan Sore Itu : Kamu Adalah Versi Terbaik Dari Dirimu

            “Setiap orang memiliki standarnya masing – masing. So… it’s okay” Ucapku lembut lengkap dengan senyum menggantung di wajahku untuknya, menepuk pelan punggunya seakan berkata ‘everything will be okay’, berusaha memberikan dorongan lebih untuk sahabatku yang saat ini mungkin sedang dipenuhi oleh kegelisahan.

            “Aku tahu.” Ungkapnya singkat diikuti dengan helaan nafas lelah.

            Medengarnya, secara otomatis alisku terangkat. Detik berikutnya aku melihatnya menarik nafas kemudian menghembuskannya, mungkin ia berharap beban itu akan menguap bersama nafas yang terhembuskan.

            “Aku tahu dan sadar, jika seseorang itu terlahir berbeda, tetapi ….”

            Ia terdiam sejenak, sepertinya berusaha sedikit berdamai dengan sumber kegelisahannya. Tentunya, aku dengan sabar menantikan kelanjutan kalimatnya.

            “Ketika aku melihat pencapaian orang lain….”

            Ia kembali menjeda kalimatnya, aku meraih tangannya kemudian mengusapnya lembut, berusaha mengatakan semuanya baik – baik saja tanpa ada sepatah katapun yang terucap.

            Gadis di sampingku ini kembali menghela nafas.

            “Aku mempetanyakan. Sebebarnya apa yang sudah aku lakukan hingga 18 tahun aku hidup di dunia ini ?”

            Ketika aku melihatnya kembali membuka mulut, kuurangkan niatku untuk memabalas ucapanya.

            “Aku merasa.. Aku merasa….Aku merasa…” Kebingung terpampang jelas di wajah yang biasanya kutahu penuh dengan sinar kebagaian.

            Ketika dia kembali membuka mulutnya namun tidak ada satu katapun yang keluar, jemariku kembali mengusap tangannya sembari mengulas senyum lembut.

            “Semua baik – baik saja… Sekarang tarik nafas dan keluarkan.”

            Tepat ketika kalimatku berakhir, ia melakukannya tanpa ada sanggahan sedikitpun.

            “Sekarang pejamkan matamu. Rasakan angin yang berhembus dan biarkan beban itu terlepas dari pikiranmu.”

            Aku sungguh bersyukur ketika Nila yang merupakan sahabatku sejak aku duduk dibangku SD mengikuti setiap kata yang aku ucapkan tanpa harus beradu mulut terlebih dahulu, ini artinya ia sungguh berada dalam jurang kegalauan.

            Ketika aku merasakan aura kecemasan yang menyelimutinya perlahan memudar, kurebahkan badan di rumput hijau yang saat ini tengah kami duduki kemudian ikut memejamkan mata dan membiarkan alam yang mengamati kami.

            “Kamu tahu…”

            Nila tidak menjawabnya, namun aku tahu kalau saat ini ia pasti membuka telinganya lebar – lebar untuk mendengarkanku.

            “Aku juga pernah merasakan hal itu. Oh bukan lagi pernah tetapi sering.” Aku tertawa kecil diakhir kalimatku.

            “Setiap kali melihat pencapaian orang lain Baik itu di Instagram atau bahkan mendengarkan cerita teman – temanku.”

            Iya di bangku kuliah ini kami memilih jurusan yang berbeda, aku memilih kimia dan dia memilih ilmu komunikasi.

            “Aku akan mempertanyakan selama ini apa yang sebenarnya sudah aku lakukan. Mengapa aku tidak bisa seperti mereka…”

            Aku mendengar suara ruput yang bergesekan dengan kain, jika aku tidak salah menebak, Nila saat ini tengah menatapku, ia memintaku agar segera melanjutkan kalimat yang saat ini terjeda.

            “Melihat orang – orang yang berhasil memangkan kejuaraan. Mengikuti student exchange terlebih lagi memiliki IPK yang bagus. Namun ketika aku mengigatnya…?”

            Seutas senyum menghampiriku ketika aku mengingat obrolanku dengan orang tuaku minggu lalu.

            “Setiap orang dilahirkan berbeda – beda dan Tuhan telah menuliskan takdir dan jalan terbaik untuk kita…”

            Aku yakin saat ini Nila pasti tengah mengangkat sebelah alisnya.

            “Ketika pencapaian kita tidak sama seperti mereka. Itu bukan berarti kita yang tidak bisa melakukan apa – apa. Tetapi memang itulah jalan terbaik yang diberikan oleh Tuhan untuk kita.”

            Ketika aku akan melanjutkan kalimatku, aku merasakan ada seseorang yang saat ini berbaring di atas rumput tepat di sebelahku, dan aku yakin jika orang itu adalah Nila.

            “Karena bisa jadi ketika kita memperoleh apa yang mereka dapatkan. Kita tidak sanggup menanganinya atau bahkan kemungkinan terburuknya kita menjadi sombong dan merasa bahwa diri kita adalah yang terbaik.”

            Aku kembali teretawa kecil sebelum melanjutkan kalimatku.

            “Tentu kamu tidak ingin menjadi seperti itu kan ?” Tanyaku.

            Pertanyaan itu adalah pertanyaan retoris yang tidak perlu untuk dijawab, karena kami sudah pasti saling mengetahui jawabannya.

            “Lalu bukan berarti Tuhan akan membiarkan kita menjadi seperti ini tanpa ada perubahan sama sekali. Aku yakin Tuhan telah memperisapkan takdir terbaik untuk kita.” Aku kembali tersenyum, namun kali ini lebih lebar dari sabelumnya.

            “Takdir yang saat ini telah menunggu untuk kita jemput.”

            Aku membuka mata dan kemudian menatap netra hitamnya yang saat ini tengah menatapku juga.

            “Dan kita adalah versi tebaik dari diri kita. Setiap orang terlahir berbeda. Setaip orang memiliki jalan yang berbeda. Setiap orang memiliki standar yang berbeda dan yang paling penting setiap orang memiliki keistimewaan yang berbeda.”

            Tepat diakhir kalimatku, senyuman akhirnya terbit di wajahnya.

            “Dan kita sebagai seorang manusia biasa harus bersyukur karena Tuhan telah memberikan yang terbaik untuk kita Mungkin kalau kita bersyukur Tuhan akan memberikan lebih kepada kita.”

            Lagi dan lagi aku kembali tersenyum, senyum lembut dan lebar.

            “Terima kasih.”

            Mungkin itu memang kalimat sederhana, tapi aku tahu dia bersungguh – sungguh mengatakannya, ini juga menandakan kalau kegelisahan yang sempat menggelayutinya telah menghilang seluruhnya.


Rasanya lega sekali setelah menyelesaikan tulisan ini :) aku tidak tahu apakah ini menarik atau tidak hehehehe, tetapi entah mengapa seketika ini menjadi tulisan favoritku dari sekian tulisan yang sudah kutulis :v mungkin karena ini related dengan aku hahahahahahaha satu kalimat yang aku suka dan selalu jadi alasan ketika merasa........ adalah 'kamu adalah versi terbaik dari dirimu :)' so just be who you are.

*Ditunggu kritik dan sarannya hehehehehehe :v


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Just a Friend: 4

Selepas Hujan Sore Itu: God Knows The best

Selepas Hujan Sore Itu: To Push My Limit